MUHASABAH DAN EVALUASI DIRI UNTUK MERAIH KEMENANGAN YANG HAKIKI

 

akapmechitup-taujih

Muhasabah & Evaluasi Diri Untuk Meraih Kemenangan Hakiki

Akapmec Hitup – Segala puji bagi Allah Swt, shalawat dan salam semoga tercurah keharibaan junjungan nabi Muhammad Saw., keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang berjuang di jalannya.

Perwujudan masyarakat madani yang relijius dan beramar ma’ruf nahi munkar niscaya melalui proses perbaikan pribadi para anggotanya. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah Swt dalam Surat Al-Nur Ayat 55 – 56 dan Surat Al-Hajj Ayat 41. Ayat tersebut menjanjikan kemenangan sampai pada tahapan terakhir bagi orang-orang yang sukses di tahapan-tahapan sebelumnya.

وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم أمنا يعبدونني ولا يشركون بي شيئا ومن كفر بعد ذلك فأولئك هم الفاسقون وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة وأطيعوا الرسول لعلكم ترحمون (النور 55-56 ) الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة وآتوا الزكاة وأمرو بالمعروف ونهوا عن المنكر ولله عاقبة الأمور (الحج 41)

Berdasarkan ayat tersebut, dapat dipahami bahwa kemenangan yang dihasilkan oleh perjuangan harus memberikan dampak positif berupa bangkitnya kekuatan ruhiyah yang tinggi yang dibuktikan dengan ditegakkannya sholat lima waktu, tegaknya solidaritas sosial melalui amalan zakat, terwujudnya kerja sama yang baik antarelemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang baik dengan ditegakkannya amar ma’ruf dan terwujudnya kerja sama antarmereka dalam mencegah timbulnya kejahatan dan kerusakan yang dibuktikan dengan adanya nahi munkar.

Untuk sampai kepada kemenangan yang dijanjikan oleh Allah Swt dalam ayat tersebut di atas ada syarat yang harus dipenuhi yaitu iman dan amal shaleh. Untuk mempertahankan kemenangan tersebut juga ada syarat yang harus dipenuhi yaitu kokohnya ruhiyah, tegaknya keadilan sosial dan berjalannya hisbah antara sesama yang diwujudkan dalam amar ma’ruf dan nahi munkar.

Ketentuan yang Allah Swt sebutkan dalam Surat Al- Nur dan Al-Hajj tersebut di atas harus dijadikan cermin bagi dakwah ini, cermin bagi pimpinan dan anggota, agar selalu melihat dirinya, apakah masih dalam ri’ayah robbaniyah dengan terawatnya iman dan amal shaleh dalam setiap langkah pribadinya, apakah dakwah ini sudah bisa mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat dan bangsanya dan apakah di antara mereka masih terbangun budaya hisbah yang baik dengan tegaknya amar ma’ruf nahi munkar? Atau tanpa terasa sudah mulai terjebak masuk dalam penyimpangan sistem yang ada di sekitarnya, sehingga mengubah pola pikir dan gaya hidupnya dan tidak lagi siap untuk diingatkan dan dinasehati.

Untuk itu, ketika dakwah ini sudah masuk dalam ranah siyasah, beberapa anggotanya memegang berbagai jabatan publik dan beberapa di antara mereka sudah mendapatkan berbagai fasilitas maka muhasabah dan evaluasi diri harus selalu dilakukan. Baik dalam skala pribadi maupun kolektif. Tujuannya agar para anggota tersebut tidak terjebak kepada tindakan negatif yang dapat merusak tatanan dakwah dan dapat menghambat tercapainya kemenangan yang diinginkan.

Ada beberapa hal yang harus diwaspadai oleh seluruh jajaran anggota dan pimpinan agar tidak merusak citra dan nama baik dakwah dan tidak menghambat kemenangan dakwah yang dicita-citakan:

  1. 1.      Bergesernya niat dari keikhlasan

Sebagai partai dakwah, maka seluruh aktifitas partai yang kita lakukan adalah bagian dari dakwah yang tentunya diharapkan bisa bernilai ibadah. Oleh karena itu keikhlasan kita hanya kepada Allah Swt harus mengawal seluruh aktivitas kita, dengan terus dipastikan bahwa sarana yang kita lakukan juga tidak bertentangan dengan syariah Allah Swt. Sebab,  hanya dengan dua syarat itulah maka seluruh aktivitas dakwah kita dianggap ibadah dan diterima oleh Allah Swt.

Satu hal yang perlu diwaspadai oleh jajaran anggota dan pimpinan adalah bergesernya niat dari keikhlasan karena Allah Swt, bisa jadi dengan menjadikan seluruh aktifitas kepartaian  sebagai tujuan atau menjadikan tujuan dari seluruh aktivitas partai hanya untuk jabatan dan kepentingan duniawi. –wal iyadzu billah-.

Jika hal itu terjadi, maka seluruh aktivitas kita hanya dianggap sebagai permainan dunia semata, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt dalam surat Al-An’am Ayat 32:

(وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون)

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, sedangkan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, tidaklah kamu mengerti?”

Hal ini juga diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah saw bersabda:

”Bahwa orang pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, ketika dihadapkan dan diingatkan tentang keni’matan saat ia hidup, ia ditanya ‘apa yang engkau lakukan dengan berbagai keni’matan tersebut?’, Ia menjawab ‘aku berperang karena-Mu sampai aku mati syahid’, Allah berfirman ‘Kamu bohong, tetapi kamu berperang karena ingin dikatakan sebagai orang pemberani’, kemudian diperintahkan untuk ditarik dan disungkurkan kedalam api neraka… “ HR. Muslim

Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa amal ibadah termasuk peperangan di medan perang sekalipun, jika tidak dilandasi dengan keikhlasan karena Allah Swt maka akan menjadi sia-sia dan hanya menjadi permainan belaka. Apalagi aktivitas kepartaian yang terkesan hanya untuk merebut kekuasaan.

Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam dakwah ini harus dipastikan niat dan keikhlasannya hanya karena Allah Swt. Keikhlasan niat dianggap benar jika amal, karya dan akfitivitas yang dilakukan tidak bertentangan dengan syariat Allah Swt dan orientasi yang dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan aktivitas adalah orientasi akhirat bukan hanya semata orientasi kekuasaan dan jabatan.

 

  1. 2.      Al-Tarf dan Al-Israf

 

Al-tarf yang berarti bermewah-mewahan dalam gaya hidup karena berlimpahnya materi yang dimilikinya sehingga sampai pada kategori isrof yang berarti berlebih-lebihan dari batas kewajaran baik dalam memilih makanan, minuman, pakaian, perhiasan, kendaraan dan sarana hidup lainnya.

 

Sifat ini muncul bisa jadi karena bawaan hidup, karena ia lahir dari keluarga kaya atau muncul dari perubahan kondisi dari miskin menjadi kaya atau juga karena terpengaruh oleh gaya hidup lingkungan kerjanya atau orang-orang yang ada di sekitarnya.

 

Sifat seperti ini apapun sebabnya perlu dihindari, karena bagaimanapun kita hidup dalam organisasi dengan semangat kebersamaan, dalam shaf dakwah, dimana kita memiliki hak dan kewajiban yang sama, melangkah bersama, memenangkan dakwah bersama, sehingga tidak ada yang merasa memiliki andil kemenangan yang paling besar. Semuanya sama-sama memiliki andil. Kesamaan inilah yang mengajari kita untuk hidup bersama-sama yang menuntut untuk saling ta’awun dan takaful di antara kita.

 

Kelebihan materi yang dimiliki oleh sebagian kader tidak berarti ia bebas menikmatinya dengan menampilkan gaya hidup yang berlebihan tanpa menjaga perasaan kader lain yang mungkin di antara mereka dalam kondisi yang serba kekurangan.

 

Sifat ini berdampak negatif kepada pelakunya, baik sebagai pribadi dengan berkurangnya perhatian kepada orang lain kurang adanya kesiapan untuk menghadapi hidup yang berat, berkurangnya sensitivitas terhadap halal dan haram sehingga bisa menjerumuskannya pada usaha-usaha yang haram maupun sebagai salah satu anggota dengan melahirkan kesenjangan antara sesama sehingga bisa menimbulkan su’udzon dan pudarnya ikatan ukhuwah di antara mereka. Hal ini menyebabkan terhambatnya kemenangan yang diinginkan.

 

Oleh karena itu, Rasulullah Saw bersabda:

 

فوالله ما الفقر أخشى عليكم ولكن أخشى عليكم أن يبسط الدنيا عليكم كما بسطت على من كان قبلكم ، فتنافسوها كما تنافسوها ، وتهلككم كما أهلكتهم ” أخرجه البخاري

“Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan kepada kalian, tetapi aku khawatirkan adalah jika dunia dilapangkan untuk kalian sebagaimana pernah dilapangkan untuk orang-orang sebelum kalian. Kalian saling berlomba untuk dunia sebagaimana mereka berlomba, dan kalian akan dibinasakan sebagaimana mereka dibinasakan.” HR. Bukhori

 

  1. 3.      Ittiba’ Al-Syahawat wa syubuhat

Yaitu mengikuti keinginan dan pikiran pribadi tanpa mau dikontrol dengan aturan syariah dan tanpa memperhatikan dampaknya bagi Islam dan umat Islam.

Jika syahwat dan syubuhat tidak mau dikendalikan oleh aturan syariah, maka jelas akan sesat dan menyesatkan. Allah swt berfirman dalam surat Shad Ayat 26, dan Al-Qashash Ayat 50:

 

(ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله) ص 26

(ومن أضل ممن اتبع هواه بغير هدى من الله ) القصص 50

“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, maka ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah” QS. Shad, Ayat 26.

“Tidak ada orang yang paling sesat dibanding orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tanpa petunjuk dari Allah swt.” QS. Al-Qashash, ayat 50

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seseorang mengikuti syahwat dan syubuhat, di antaranya: selalu mengikuti keinginan pribadi, senang mengekspresikan ide dan pikiran tanpa memikirkan dampak negatifnya lebih dahulu, senang melakukan hal-hal yang kontroversi, senang berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki ide dan pemikiran liberal dan kurangnya berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Quran.

Sifat ini memberikan dampak negatif bagi pelakunya, seperti: lemahnya ruhiyah dan ketaatan kepada Allah, kurang peka terhadap rambu-rambu syariah, mencari-cari dalih pembenaran bagi pemikirannya, meremehkan dosa dan tidak siap untuk dinasehati.

Sifat seperti ini tentu bukan sifat seorang dai, karena tarbiyah yang kita lakukan memiliki target salamatul aqidah, shihhatul ibadah, dan kesiapan untuk taat kepada Allah dan rasul-Nya secara utuh, dengan menjadikan syariah sebagai landasan hidup.

Apabila sifat seperti ini melanda aktivis dakwah apalagi pada tataran pimpinan, maka dampaknya kepada organisasi tentu sangat besar, di antaranya: menjauhnya beberapa kader dari kegiatan organisasi, terpecahnya shaf dakwah, rapuhnya soliditas organisasi, sulitnya mencari kader pendukung dan sulitnya untuk mendapatkan kemenangan, karena kemenangan itu dari Allah Swt dan Allah Swt sudah mengatakan pada ayat tersebut di atas, maka kemenangan itu diberikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bukan kepada orang-orang yang melepaskan diri dari syariat Allah Swt.

Oleh karena itu, kader terutama jajaran pimpinan dituntut untuk berucap dan bersikap bijak, yang dapat menenangkan hati anggotanya dan tidak menimbulkan ekses negatif bagi dakwah yang dikendalikannya dengan tetap menjadikan syariah sebagai landasan setiap gerak dan langkahnya.

 

  1. 4.       Ujub (ta’jub kepada diri sendiri)

Yaitu merasa kagum terhadap apa yang telah dilakukan, baik ucapan, perbuatan maupun kebijakan, meskipun tanpa meremehkan ucapan dan perbuatan orang lain dan tanpa merendahkan pribadi orang lain. Jika tindakan tersebut disertai dengan meremehkan ucapan dan perbuatan orang lain maka hal ini disebut ghurur dan jika tindakan tersebut disertai dengan merendahkan pribadi orang lain maka hal ini disebut takabbur.  Jadi ta’jub kepada diri sendiri, sangat berkaitan dengan ghurur (merasa diri lebih hebat), dan takabbur (sombong).

Ciri-ciri sifat ujub, di antaranya: selalu membangga-banggakan diri sendiri, sering menceritakan kehebatannya, merasa senang dengan kelemahan orang lain dan sulit untuk menerima nasihat.

Sifat seperti ini bisa dimiliki oleh seseorang karena  pengaruh  lingkungan keluarganya dan bisa jadi akibat dari pergaulan dengan orang-orang yang memiliki sifat yang sama dan bisa juga karena banyak pujian yang diberikan oleh orang kepadanya, atas kelebihan dan keunggulan yang dimilikinya.

Sifat ini sangat membahayakan pelakunya karena ia akan terjebak kepada tiga sifat tercela secara bersamaan: ujub, ghurur, dan takabbur yang dampaknya ia tidak disukai oleh orang lain dan akan dijauhi oleh banyak orang.

Sifat ini jika menimpa kepada kader dakwah maka ia akan kehilangan pengikut dan ia akan kesulitan untuk merekrut kader-kader baru sehingga target kemenangan semakin jauh untuk diraih. Bahkan dapat menjadikan organisasi yang sudah terbangun pun akan rapuh dan hancur bersama waktu. Sebab, orang yang kagum kepada dirinya sendiri akan menyandarkan perjuangan kepada kehebatan dirinya, ia akan lupa akan kekuatan Allah Swt, Sang Pencipta dan Pemberi kemenangan.

Hal itu sudah dibuktikan dalam sejarah, dengan kejadian perang Hunain, di mana Allah Swt berfirman  dalam Surat At-Taubah Syat 25 :

(لقد نصركم الله في مواطن كثيرة ويوم حنين إذ أعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا وضاقت عليكم الأرض بما رحبت ثم وليتم مدبرين)

 

Terakhir, kita semua harus sadar dan kembali kepada Allah Swt, bahwa yang memiliki kekuatan adalah Allah Swt, yang memberikan kemenangan juga Allah Swt. Jangan sekali-kali mengabaikan kekuatan Allah Swt dan jangan sekali-kali menjadikan kekuatan materi sebagai kekuatan andalan bagi dakwah. Sebab, jika ketergantungan berubah maka janji Allah tidak akan terealisir dan kemenangan akan jauh didapatkan. Qulillahumma malikal mulki tu’til mulka man yasyaa…. Wallahu A’lam.

Ya Akhi…

Akapmec Hitup – Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. Aku tahu amalku tak mungkin dilakukan orang lain, karenanya aku sibukkan diriku untuk beramal. Aku tahu Allah selalu melihatku, karenanya aku malu bila Dia melihatku melakukan maksiat. Aku tahu kematian menantiku, karenanya kupersiapkan bekal untuk bertemu Rabb-ku.
Akhi, berapa kali antum khianati perjanjian antum dengan Allah? Bukankah teramat sering? Antum di malam hari tahajjud dengan uraian air mata memelas ampunan tapi di siang hari antum ikuti hawa nafsu hingga lupa akan Allah. Dan berapa kali pula antum shaum di siang hari atau memberikan taujih rabbany kepada orang lain, lalu di malam hari antum tertidur lelap berbuat maksiat?
Allahumma, bagaimana mungkin aku punya besar rasa akan menggapai ridha-Mu sedangkan aku amat tau akan keadan diriku sendiri. Ampuni aku Tuhanku. Allahumma innaka ‘afuwwun karimun tuhibbu al-’afwa fa-’fu ‘anny!
Akhi, di tengah gelapnya malam, di tengah dinginnya malam, di tengah senyapnya malam, tahukah antum bahwa ada laki-laki yang lama tegak dalam rakaat tahajjud-nya, atau ada wanita khusyu’ berwajah syahdu berurai air mata yang tersungkur sendu di atas sajadahnya.
Akhi, ikutilah jejak langkah mereka! Hiasilah malam-malammu seperti mereka berzikir dan tetap dalam ketaatan kepada Rabb-nya! Bacalah Qur’an seperti mereka! Sedih dan sendu berhiaskan isak tangis khauf kepada Rabb mereka. Lembutkanlah hatimu seperti lembutnya hati mereka! Ikhlas, senantiasa hanya mengharapkan keridhaan Rabb mereka. Alahai betapa sucinya… Jadikanlah cintamu seperti cinta mereka! Tiada terbagi sekeping jua untuk harta, tahta dan pria/wanita. Akhi, maukah antum seperti mereka?

Ketika Badai Menghantam Perahu Kami | Sebuah Taujih untuk Aktivis Dakwah

 

Ketika Badai itu Menghantam….

Akapmec Hitup – Berlayar mengarungi samudera, jangan berharap kau kan tiba di pulau tujuan tanpa cobaan mendera. Sebelum layar dibentangkan, inilah yang harus terpatri dalam diri menjadi kesadaran. Bahwa berbagai keindahan dari sebuah pelayaran panjang dan kenikmatan di pulau tujuan, berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang menghadang. Tak kan pernah kau dapatkan indahnya pemandangan angkasa menjulang di tengah samudera luas membentang, selagi kau masih takut menembus hempasan gelombang. Ini bukan sekedar resiko perjalanan, tapi tlah menjadi aksioma tak terbantahkan.

Di sini, di perahu ini, kita sedang merangkai keutuhan dan persaudaraan, kesetiaan dan keteguhan, apapun posisi dan kedudukan. Karena kita telah memiliki tujuan, harapan dan mimpi yang sama ingin diwujudkan. Namun, kita tidak pernah menafikan adanya kesalahan, kelalaian dan kekhilafan, bahkan juga kejenuhan, kekecewaan, kemarahan, hingga silang sengketa yang tak terhindarkan. Itu wajar belaka, karena memang tidak satu pun di antara kita yang mengaku tiada cela tiada dosa. Namun kesamaan tujuan, mimpi dan khayalan, kan segera menyatukan, meluruskan langkah ke depan, menghapus resah dan kemarahan, berganti semangat yang terbarukan. Karenanya, kita sambut gembira setiap arahan, nasehat dan pesan-pesan yang dapat menguatkan serta menyatukan, sekeras apapun. Tapi, fitnah yang memecah barisan, tuduhan yang memojokkan, umpatan dan celaan yang menjatuhkan, serta aib yang dibeberkan, apalagi tindakan melobangi perahu agar kandas atau tenggelam, tidak pernah dapat kami terima, baik secara logika apalagi perasaan. Bagaimanapun, kami bukan batu yang diam diketuk palu.

Di sini, di perahu ini, kita sedang menjadikan badai dan gelombang sebagai ujian kejujuran, sarana muhasabah untuk memperteguh perjuangan, juga sarana belajar menjaga komitmen atas kesepakatan yang tlah dinyatakan. Karenanya, alih-alih badai ini menceraiberaikan atau meluluhlantakkan, justeru dia menjadi moment paling tepat untuk semakin rekat, melupakan kesalahpahaman yang sempat menimbulkan sekat. Mereka di kejauhan, boleh jadi bersorak sorai kegirangan ketika kita terombang ambing di tengah gelombang, berharap satu persatu dari kita tenggelam menjemput ajal menjelang. Tapi tahukah mereka? Justeru saat ini kami rasakan kehangatan tangan saudara kami yang erat saling berpegangan, justeru saat ini kami rasakan kekhusyuan doa-doa untuk keselamatan dan persatuan, justeru saat ini kami semakin yakin bahwa seleksi kejujuran memang harus lewat ujian, justeru saat ini kami jadi dapat membedakan mana nasehat dan mana dendam kesumat, mana masukan bermanfaat dan mana makar jahat, mana senyum tulus persaudaraan dan mana senyum sinis permusuhan.

Di sini, di perahu ini, justeru di tengah badai gelombang, kita jadi semakin mengerti pentingnya nakhoda yang memimpin dan mengendalikan, juga semakin menyadari pentingnya syura untuk mengambil keputusan, lalu pentingnya belajar menerima keputusan setelah disyurakan. Adanya kepemimpinan dan syura memang memberatkan, karena proses jadi panjang, langkah-langkah jadi terhalang aturan, keinginan sering tertunda menunggu keputusan. Tapi ini tidak dapat kita hindari, karena kita tidak berlayar sendiri, bergerak sendiri, mengambil keputusan sendiri dan menanggung resiko sendiri. Justeru karena kita berlayar bersama, maka kepemimpinan dan syura mutlak harus ada. Kepemimpinan memang bukan nabi yang maksum dan mendapatkan legalitas wahyu dalam setiap kebijakan, kesalahanpun bukan sebuah kemustahilan meski tidak kita anggap kebenaran. Tapi kepemimpinan yang dibangun oleh syura, telah memenuhi syarat untuk disikapi penuh penghormatan dan ketaatan, sepanjang tidak ada ajakan kemaksiatan. Sebagian orang boleh jadi mengatakan ini sikap taklid buta, kita katakan, ‘Inilah komitmen kita!’ Sebagian lagi katanya merasa kasihan dengan anak buah yang tidak mengerti banyak persoalan dan hanya ikut ketentuan, kita katakan, ‘Kasihanilah dirimu yang sering menghasut tanpa perasaan!’

Di sini, di perahu ini, ketika badai menghantam dari kiri dan kanan, depan dan belakang, teringat perkataan para shahabat dalam sebuah peperangan, tatkala musuh dari luar datang menyerang dan orang dekat menelikung dari belakang,

‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya’ (QS. Al-Ahzab: 22)

Ibnu Katsir menjelaskan, “Maksudnya, inilah janji Allah dan Rasul-Nya berupa ujian dan cobaan, pertanda kian dekatnya kemenangan.”

Untukmu Kader Dakwah | Taujih Untuk Kader PKS dalam Menghadapi Tribulasi Dakwah

Akapmec Hitup – Sebuah taujih untuk kader PKS dalam menghadapi tribulasi (ujian) dakwah.  Juga diposting di pksjagakarsa

Untukmu Kader Dakwah

–Sebuah nasyid perjuangan dari saudara seiman shoutul harokah–

Bingkai kehidupan

Mengarungi samudera kehidupan
kita ibarat para pengembara
hidup ini adalah perjuangan
tiada masa tuk berpangku tangan

(KARENA AMANAH YANG DIMILIKI SEORANG AL AKH, JAUH LEBIH BANYAK DARI WAKTU YANG DIKARUNIAKAN KEPADANYA)

 

setiap tetes peluh dan darah
tak akan sirna di telan masa
segores luka di jalan Allah
kan menjadi saksi pengorbanan

(SEBAB INILAH YANG AKAN MENJADI SAKSI DIHADAPAN ALLAH, BADAN YANG TERLUKA, HARTA YANG DIINFAQKAN, DARAH YANG MENETES. SEMUA….SEMUANYA…)

Allah ghoyatuna, arrosul qudwatuna
Alqur’an dusturuna, aljihad sabiluna
Almautu fi sabilillah, asma’ amanina

(SEBAB INILAH MINHAJ PERJUANGAN KITA,,,TIADA KEBAHAGIAN SEBELUM MENGALIRKANNYA KEDALAM DIDIH DARAH PARA MUJAHID,,,)

 

Inilah jalan kami, Untukmu Kader Dakwah

Pada Awalnya…

“Maka, jika antum  memutuskan untuk menjadi aktivis da`wah, bersiaplah menghadapi banyak tantangan, karena menjadi aktivis da`wah berarti terlibat dalam suatu proses perjuangan seumur hidup”.

“Dan jika ternyata semua serangan itu terlalu kuat dan tak mampu lagi antum atasi, maka bersiaplah sejak awal untuk menerima kenyataan bahwa antum gagal sebagai aktivis da`wah”.

“sampai disini, jika antum memang tetap yakin akan menjadi aktivis da`wah ada baiknya antum teruskan membaca risalah ini. Sebaliknya jika antum tidak yakin, lebih baik lupakan saja risalah ini dan carilah jalan lain yang memang akan membawa antum kepada keberuntungan kebendaan dan kemasyuran nama, bukan jalan para aktivis da`wah”.

Ikhwah Fillah, syukur kita panjatkan kepada Allah Ta’ala, karena sampai saat ini, dimana para penghasung da`wah diberi kesempatan untuk melakukan perjuangan dalam medan jihad ini. Kita masih diberi kesempatan untuk turut serta membersamainya, karena didalamnya terkandung makna kesungguhan dan totalitas pengorbanan baik materi maupun tenaga hingga jiwa. Kesempatan membersamai panjangnya jalan da`wah inilah, kita anggap sebagai uji coba buah tarbiyah yang selama ini kita tapaki. Shalawat beriring salam tercurah atas junjungan nabi Muhammad SAW, lewat tarbiyahnya kita merasakan manisnya iman dan ukhuwah bersama saudara-saudara seiman dalam barisan panjang kafilah mulia ini.

Jalan da`wah, sebuah jalan yang mungkin menjadi jalan alternatif kesekian dari banyaknya jalan yang Allah hamparkan diatas muka bumi, yang diambil oleh para hambanya. Jalan yang terjal, panjang, penuh liku dan kelok, cobaan yang tidak saja menyedihkan tetapi justru kesenangan dan sanjungan yang perlu diwaspadai oleh pelaku da`wah.

Atas semuanya seharusnya tumbuh benih kesiapan, tidak saja kesiapan untuk tidak menjadi apa-apa atas jalan ini, tetapi juga kesiapan untuk menjadi apa-apa diatas jalan ini, ikhwah, inilah bunga-bunga kefahaman yang menghasilkan buah-buah keikhlasan dalam setiap jiwa pelakunya.

Disana dibutuhkan kesabaran atas rintangannya, ketaatan atas manhajnya, pengorbanan atas cobaannya dan kesungguhan atas apapun yang menimpa pelakunya.

  • Ia tidak bersama orang yang terburu-buru memetik buah sebelum masak, tetapi ia tidak pula bersama orang-orang yang hanya menunggu tapi tidak menanamnya.
  • Ia tidak bersama orang yang terburu-buru memetik kuncup sebelum mekar menjadi mawar, tetapi ia tidak pula bersama orang-orang yang menunggu kuncup tetapi tidak merawatnya
  • Ia tidak bersama orang yang berlebihan, tetapi ia pula tidak bersama orang yang enggan dan tidak berbuat sama sekali
  • Ia tidak bersama orang yang bertindak tanpa perhitungan, tetapi ia tidak pula bersama orang yang terlalu takut untuk berbuat
  • Ia tidak bersama orang yang mempersulit diri, tetapi ia tidak pula bersama orang yang menganggap enteng dan meremehkan

Disana pula dibutuhkan kehati-hatian atas tipu daya muslihatnya, kemayuran jabatan, kebesaran nama, kehormatan keturunan, sanjungan atas kerja-kerjanya, yang bisa jadi menumbuhkan sikap bangga diri, yang ujungnya kelak Allah tidak akan melirik kita.

Sesungguhnya Allah tidak akan melihat seseorang yang dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar zarah –biji sawi-

Ikhwah Fillah….

Kusampaikan beberapa  nasihat untuk jiwa ini terutama, syukur antum mampu membersamai kami mengambil hikmah dari semua seruan ini. Ikhwah fillah, dibutuhkan kesiapan diri dalam menapaki kerja da`wah :

Pertama, Siap menanggung beban sebagai tabiat

Ikhwah Fillah, sungguh keberadaan kita pada pos da`wah terkadang banyak kendala dan cobaan disamping membutuhkan kesiapan lebih. Dapat saya katakan. Adakalanya berada pada pos-pos tugas membosankan bahkan menegangkan karena beban berat. Namun adakalanya menyenangkan karena fasilitas-fasilitas yang menggiurkan, tapi bagaimanapun kita sebagai kader da`wah harus siap di pos-pos tugas da`wah

Ikhwah Fillah, tentang kesiapan di pos da`wah, saya jadi teringat sebuah seruan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari, tatkala beliau memberikan taujih singkat bagi pasukan pemanah dalam perang Uhud. Beliau berseru, “berjagalah di pos kalian ini dan lindungilah pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kalian berhasil mendesak dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut serta menjarah. Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah kalian bergerak membantu”, ya, apapun kondisinya seharusnya kita sebagai kader da`wah siap berada dalam pos-pos da`wah yang telah diamanahkan kepada kita.

Sekali lagi…

Amanah terembankan
Pada pundak yang semakin lelah.
Bukan sebuah keluhan,
Ketidakterimaan,…. Keputusasaan !
Terlebih surut langkah kebelakang.
Ini adalah
Awal pertempuran
Awal pembuktian
Siapa diantara kita yang beriman.

Wahai diri,
Sambutlah seruannya
Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan
Bukan menghindar dari peperangan

Kedua,  Pemantapan Ruhiyah sebagai Motor Penggerak Utama

Ikhwah fillah, Tidak ada satupun yang lebih besar pengaruhnya dalam jiwa, selain daripada menekankan ibadah, Keta’atan dan amalan-amalan Sunnah.

Ruhiyah yang mantaplah yang akan menghubungkan hati dengan Allah, meneguhkan jiwa dalam menghadapi segala penderitaan, lulus menghadapi fitnah dan teguh diatas kebenaran.

Komponen dalam tahap ini adalah Ibadah, Tabattul, Qiyamul Lail…

Dzikrullah, Tabattul, Tawakkal dan Ibadah pada-Nya adalah senjata satu-satunya dalam pertarungan. Ialah yang membekali kaum mu’minin dengan kesabaran dalam menghadapi cobaan, penyiksaan dan penghinaan…

Para  penyeru da’wah sangat memerlukan senjata ini, dalam melaksanakan tugas da’wah yang selalu menghadapi berbagai rintangan dan ganguan. Jika tidak memperhatikan aspek Ruhiyah, Qiyamul Lail, aspek ibadah yang rutin dan berkesinambungan. Kader-kader da’wah pasti akan berjatuhan satu demi satu dan rontok oleh tribulasi. Karena panasnya konfrontasi dengan para thoghut akan mencair dihadapan kehangatan ibadah dan tabattul kepada Allah.

Ironis, bila seorang aktivis da`wah melalui malam-malamnya dengan tidur panjang. Sedang Rasulullah yang dijamin masuk syurga saja selalu menghabiskan malamnya dengan Qiyamul Lail hingga kakinya bengkak!

Kita berharap bahwa keimanan kita adalah keimanan yang hidup. Yang menjelma menjadi semangat besar yang mampu mengalahkan semua kelemahan dan ketidakberdayaan. Keimanan yang melahirkan ekspresi perkasa, membuat orang percaya bahwa dengannya kita mampu menghancurkan gunung, mengarungi lautan, dan melintasi seluruh marabahaya yang menantang kita. Sampai jelas Islam ini menang bersama kita dan kita menang bersamanya.

Inilah pekerjaan-pekerjaan besar kita. Memperluas wilayah pengaruh keimanan tersebut, agar semakin banyak dari umat ini yang memiliki iman-iman yang hidup. Iman yang  mendorong mereka secara sadar tunduk patuh pada ketetapan Allah dalam kehidupan ini. Sekecil apapun usaha kita kearah sana, maka ia adalah bagian yang penting untuk melengkapi keutuhan perjuangan yang kita bangun dengan berjama’ah.  Mungkin perlu kita maknai kembali tetes-tetes keringat dan guratan-guratan lelah pada diri kita. Bahwa semua itu adalah prestasi-prestasi besar yang harus kita hargai. Semua itu adalah instrument-instrumen penting dari sebuah kata singkat yang tidak sederhana PERJUANGAN!!

Tentunya setelah kesadaran itu hadir, tidak perlu lagi kelemahan dan keterlenaan. Dan futur pun hanyalah sekedar saat untuk beristirahat karena setelah karya besar siap ditorehkan, merampungkan perjuangan, menggapai kejayaan Islam.

Ketiga, Kerja cepat sebagai sebuah karakter

Ikhwah Fillah, Kerja jihad adalah kerja yang membutuhkan pemenuhan segera, setiap seruan-seruan jihad dan kebaikan dalam Al Quran diawali kata-kata yang membutuhkan kesungguhan dan gerak cepat.

  •  Berlomba-lombalah –QS. Al Baqarah : 148- (karena dunia ini adalah arena pertarungan).
  • Bersegeralah, -QS Ali Imran 133- (karena sejarah tidak pernah menunggu antum)
  • Bekerjalah, -QS At Taubah 105-(karena hanya mereka yang berusaha keras yang akan mendapatkan)
  • Berangkatlah, -QS At Taubah 41- (karena diam ditempat tidak akan mengubah keadaan)

Kepada mereka yang tak segera menyambutnya Kami katakan Jangan salahkan, jika kalian tertinggal dalam barisan ini Sungguh seorang Rasulullah pun Tidak pernah menunggu seorang Ka`ab bin Malik sekalipun

Keempat, ketaatan sebagai sebuah Akhlaq

Aktivitas pembinaan yang tertata, produktif, dan dilakukan secara jama`I adalah manhaj orisinal dalam Islam, tiada jama`ah tanpa keteraturan, tiada keteraturan tanpa jama`ah dan ketaatan menjadi kader kunci kekokohan jama`ah yang berujung pada produktifitasnya –muntijah- da`wah

Ketaatan merupakan kunci utama kekokohan sebuah jama`ah –organisasi-, sesholeh apapun kader jika ia tidak memunculkan sikap ketaatan maka tidak ada faedahnya bagi jama`ah –organisasi-

“berhati hatilah dengan keshalehan yang tidak taat, ia menipu jama`ah (organisasi) dengan keshalehannya dan menghancurkan jama`ah dengan ketidak taatannya.”

Ikhwah Fillah, Coba kita renungkan bersama, kalimat-kalimat Allah berikut :
“tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” Al Quran Surat Yaasin ayat 36

Inilah ketaatan, alampun tunduk atas ketentuan Allah, jika sedikit saja ia melenceng dari ketentuan ini maka tunggulah kehancurannya, lalu dapatkah orang-orang berakal mengatakan

“saya bisa mencapai tujuan-tujuan besar jama`ah –organisasi- itu tanpa harus tunduk kepada aturan-aturan jama`ah?”  Atau “Aku menerima fikrah, konsep dan tujuan-tujuan jamaah tetapi aku tidak akan terikat dengan aturan jamaah. Dan aku tidak punya kewajiban dengan taat kepada siapapun” Lalu bagaimana pula dengan orang-orang yang mengatakan “Apa itu aturan-aturan yang membelenggu dan mengganjal harakah, biarkan kami bebas sebab kami bukan anak kecil lagi”, atau mengatakan “mengapa tidak anda biarkan saja para anggota –setelah ditarbiyah- untuk bergerak ditengah masyarakat, menyeru kepada Islam, tanpa mengikat mereka dengan aturan-aturan.”

Dapatkah seorang berakal mengatakan:

“aku termasuk keluarga partai, aku percaya dengan segala pemikiran yang diserukannya. Akan tetapi, aku tidak mau terikat dengan aturan-aturan, struktur, manajerial, tugas-tugas dan perintahnya”

ketaatan, yang oleh Hasan al Banna ditempatkan pada rukun ke enam dalam sepuluh rukun bai`at –arkanul bai`at- merupakan kesiapan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun dalam keadaan malas. (Muhammad Abdullah al Khatib & M. A. Halim Hamid, dalam Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, 2001)

kefahaman akan ketaatan dibangun atas marhalah-marhalah –tahapan- yang harus ditapakinya oleh para peniti jalan ini. Ta`rif –pengenalan-, adalah  tahapan pertama, kader pada tahap ini tidak menghendaki ketaatan yang mutlak, sikap yang dituntut pada tahapan ini adalah sikap hormat terhadap aturan-aturan dan prinsiup-prinsip umum organisasi –jama`ah-. Marhalah kedua adalah Takwin –pembentukan-, pada tahap ini system yang muncul adalah murni dalam aspek ruhani dan kemiliteran total dalam aspek operasional, syiar yang selalu melekat adalah “Sami`an wa Tha`atan”, tanda-tanda pertama adanya kesiapan pada tahapan ini adalah ‘ketaatan yang sempurna’. Sedang marhalah terakhir adalah Tanfidz –pelaksanaan-. Dakwah tahapan ini adalah jihad –kesungguhan- yang tidak mengenal lelah, kerja yang berkesinambungan untuk mencapai tujuan, serta kesiapan menghadapi ujian dan cobaan. Keberhasilan da`wah pada tahap yang ketiga ini sangat bergantung pada ‘ketaatan yang sempurna’ pada marhalah sebelumnya.

“Da`wah ini tidak mengenal sikap ganda, ia hanya mengenal satu sikap totalitas. Siapa bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama da`wah dan da`wahpun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Allah Ta`ala akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban da`wah ini” asy Syahid Hasan al Banna

Kelima, Keteguhan sebagai benteng jiwa

“Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?, seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu”.

Demikian ujar Mush`ab bin Umair ketika Usaid bin Hudhair, kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah menyentakkan lembingnya karena tidak suka dengan Mush`ab bin Umair yang melakukan da`wah fardhiyyah, door to door menawarkan Islam bagi masyarakat Madinah. Ketika kita menawarkan kebaikanpun, tidak semua orang akan senang dengan aktivitas kita, ada saja alasan dan argumen serta tindakan yang merintangi da`wah kita

Mereka mengacuhkan kita, Kepada mereka, Allah berfirman

“Maka sabarlah sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-Rasul, “Al-Quran Surat Al-Ahqaaf ayat 35

Mereka menghujat kita Kepada kalian, Allah berfirman

“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri kebelakang –kalah-. Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”, Al Quran Surat Ali Imran ayat 111

kepada kalian kukatan, “jangan bersedih jika antum mendengar kata-kata kasar, karena kedengkian itu sudah ada sejak dulu, bersemangatlah menghimpun keutamaan dan ketekunan, tinggalkanlah celaan orang yang mencela atau mendengki”.

Keenam, Pengorbanan sebagai semangat jiwa

Hai diriku, Ayo berperanglah supaya kamu mati
Itu, lihatlah telaga surga telah menantimu

Apa yang selalu kamu angankan
Sekarang sudah kamu temukan
Ayo susul mereka berdua
Jangan sampai terlambat, nanti kamu bisa celaka.

Hai  diriku,
Apa lagi yang kamu inginkan
Istrimu pasti akan kamu tinggalkan, dan budak-budakmu pasti akan menjadi merdeka
Piring-piring kecil itu untuk Allah dan Rasul-Nya

Hai, diriku
Masak kamu tidak suka surga
Bukankah sudah lama kamu mengharapkannya
Sekarang bersumpahlah kepada Allah bahwa kamu akan segera menempatinya
Apakah kamu akan terus begini melihat mereka berebut masuk?

(syair Abdullah bin Rawahah)

Shuhaib Ar Rumi ra, untuk dapat membersamai Rasulullah dalam hijrah ia rela menyerahkan seluruh hartanya kepada kaum Quraisy, mendengar berita itu Rasulullah bersabda

“Robiha Shuhaib, Robiha Shuhaib”-untung besar Shuhaib, untung besar Shuhaib-, lalu turun ayat “Diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk mendapatkan ridha Allah” Al Quran Surat Al Baqarah ayat 245

Abu Dahdah segera memegang tangan Rasulullah sambil berkata

“saya telah meminjamkan kebun korma saya kepada Allah, di dalamnya terdapat 600 pohon kurma”, lalu ia menuju kebun tersebut, disana ada anak dan istrinya, kemudian Abu Dahdah memanggil “Wahai Ummu Dahdah keluarlah kamu dari kebun itu karena saya telah meminjamkannya kepada Allah”, dari Hayatus Shohabah 2/149 dalam Tarbiyah

Ketujuh, cinta sebagai semangat da`wah

Seorang ‘Alim berujar tentang cinta

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah kefahaman

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah keikhlasan

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah `amal

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah jihad

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah taat

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah pengorbanan

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah keteguhan

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah totalitas

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah kepercayaan

Jika engkau cinta
Maka da`wah adalah persaudaraan

Kedelapan, keikhlasan sebagai puncak aktivitas

Ia adalah buah dari kefahaman
Kemauan beramal dan keyakinan akan pengawasan Allah
Dan syurga yang dijanjikan
Seharusnya cukup untuk menghantarkan anda kepada gerbang keikhlasan

Dari syadad bin Al Hadi ra.  Bahwa datang seorang laki-laki dari suku Badui menghadap Rasulullah, kemudian berkata “Aku akan berhijrah bersamamu.” Rasulullah kemudian memberitahukan hal itu kepada sebagian sahabatnya. Pada suatu saat kaum muslimin berperang melawan kaum musyrikin, setelah selesai pasukan kaum muslim mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang), kemudian orang tersebutpun mendapatkan bagiannya, “ini apa yaa Rasulullah?”, Rasulullahpun menjawab, “ini bagian untukmu,” Lalu orang itupun berkata “bukan untuk ini aku mengikutimu, aku mengikutimu agar aku terkena anak panah disini (sambil menunjukkan ke arah lehernya) dan aku mati lalu aku masuk syurga”. Rasulullah bersabda “jika kamu jujur kepada Allah dalam hal ini maka Allah akan mengabulkannya”. Mereka beristirahat sejenak kemudian menuju sebuah peperangan menghadapi musuh. Maka orang tadi dibawa keha dapan Rasulullah Rasulullah dalam keadaan terkena anak panah persis dibagian lehernya seperti yang ia isyaratkan sebelumnya. Rasulullah bertanya “apakah ini orang yang tadi?” mereka menjawab, “benar yaa Rasulullah”. Rasulullah pun bersabda “ia telah jujur kepada Allah, maka Allah mengabulkannya”. Kemudian Rasulullah menshalati dan berdo`a untuknya “Ya Allah inilah hamba-Mu, keluar dalam rangka hijrah di jalan-Mu, maka ia terbunuh dalam keadaan syahid dan aku saksi atas hal ini.” Diriwayatkan oleh Nasa`i.

Shahabat itupun tidak pernah dikenal namanya dalam sejarah, hingga saat ini !!!

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”, AL Qur`an surat Al-Kahfi ayat 110.

Kesembilan, syurga sebagai balasannya.

Kenapa kita jual murah jiwa kita
Kita seorang Muslim
Nilai jiwa kita adalah syurga
Yang seluas langit dan bumi
Tidak ada yang lain

Saya jadi teringat sebuah ucapan

jangan tetapkan harga dirimu kecuali dengan syurga. Jiwa orang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka justru menjualnya dengan harga murah”, ujar Hasan Al Bashri yang dinukil Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa Tahzan

Akhi Fillah…

inilah mereka yang berbahagia, menjual dirinya dengan syurga, mereka adalah para perindu syurga dan sungguh Allah berkenan mengumpulkan mereka pada apa yang mereka rindukan.

Abu Bakar sangat berbahagia dengan ayat, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu yang menafkahkan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya” Al Quran surat Al Lail ayat 17-18

`Umar sangat bahagia dengan hadist Rasulullah, “Aku melihat sebuah istana putih di syurga. Lalu aku bertanya, “untuk siapa istana itu?”. Dikatakan kepadaku, “untuk Umar bin Khathab”.

Utsman sangat bahagia karena do’a Rasulullah, “Yaa Allah ampunilah utsman apa yang telah lalu dan yang akan datang”.

Ali demikian bahagia atas sabda Rasulullah, “Dia (Ali) adalah lelaki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya”.

Sa`ad bin Mu’adz demikian bahagia atas sabda Rasulullah, “Bergoyanglah `Arsy Yang Maha Pengasih karenanya”.

Abdullah bin `Amr Anshari sangat bahagia dengan adanya sabda Rasulullah, “Dia diajak bicara Allah langsung tanpa penerjemah”.

Sedang Hanzhalah, “Dia dimandikan oleh para malaikat Dzat Yang Maha Pengasih”.

Fatimah Az Zahra adalah, Wanita pertama yang akan memasuki Syurga

Keluarga Yasir, bergembira atas sabda Rasulullah, “Bergembiralah kalian, hai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat kalian adalah Syurga”.

Hamzah bin Abdul Muthalib, bergembira atas sabda Rasulullah, “Jibril datang kepadaku untuk mengabarkan bahwa Hamzah bin Abdul Muthalib dicatat oleh para malaikat penghuni langit lapis tujuh sebagai singa Allah dan singa Rasul-Nya”.

Nasibah binti Ka`ab bergembira atas sabda Rasulullah, “Nasibah binti Ka`ab tidur di Syurga Baqi` bersama pada shaddiqin dan para syuhada`. Dari tempatnya yang tinggi dibumi, ia naik ke tempat yang lebih tinggi lagi di langit”.

Ja`far bin Abu Thalib, bergembira ketika Rasulullah bersabda, “Aku melihat Ja`far di syurga punya sepasang sayap yang berlumuran darah”.

Abdullah bin Rawahah bergembira ketika Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik orang ialah Abdullah bin Rawahah”

Amr bin Al Jamuh, bergembira tatkala Rasulullah bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada ditangan-Nya, aku melihat kaki pincang Amr bin Al Jamuh melangkah ke syurga dengan tertatih”.

Pada akhirnya…

Sejarah memberikan kesaksian kepada kita bahwa keagungan dan kebahagiaan telah menyerahkan pusat kendalinya kepada orang-orang yang teguh dan ta`at dalam medan perjuangan. Di lingkungan ini tumbuh manusia-manusia yang mampu memikul tanggung jawab sejarah dan bukan melepaskan tanggung jawab peradaban.

Keutamaan Sabar dalam Menghadapi Cobaan

Akapmec Hitup – Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak“. (Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092)

Wahai Saudaraku!

Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?

Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.

Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur“. (Asy-Syura : 32-33)

Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.

“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa“. (Al-Baqarah : 177)

Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.

“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar“. (Ali Imran : 146)

Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipatgandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.

“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan“. (An-Nahl : 96)

“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas“. (Az-Zumar : 10)

Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.

“Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu“. (Ar-Ra’d : 23-24)

Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?

Dari Shuhaib radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya“. (Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud)

Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikanlah riwayat ini.

“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ? Beliau menjawab: Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya“. (Isnadnya shahih, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172)

“Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimu’. Beliau berkata: ‘Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ? Beliau menjawab: ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: ‘Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan“. (Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun“. (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby)

Selagi engkau bertanya : “Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb?”.

Dapat kami jawab : “Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata. “Aku memasuki tempat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras’.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata. “Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.
Abdullah bin Mas’ud berkata. “Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?”
Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata. “Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya“. (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127)

Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.

“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya“. (Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130)

Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.

“Artinya : Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. ‘Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata. ‘Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu fiat’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut“. (Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131)

Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engkau ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.

Dari Anas bin Malik, dia berkata. “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.

“Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman. ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku (dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga“. (Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalam Ath-Thibb).

Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang, dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya.)

Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya. “Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu ?”

Sebagian orang Salaf yang shalih berkata : “Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”.
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.

Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan (merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.

Wahai Saudaraku !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : “Asy-Syaibany pernah berkata. ‘Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata. ‘Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata. ‘Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti dia berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini, ‘sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) : “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a“. (Al-Aqdud-Farid, 2/282)

Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu takdir, maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai takdir-Nya“. (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125)

Perbaharuilah imanmu dengan lafazh la ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan : “Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi takdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.

Keimanan Terletak Pada Ujian Allah SWT

Meminta Kekuatan Pada Allah SWT

Sahabat Akapmec Hitup yang dirahmati Allah, kita harus berfikir bahwa Allah SWT, memberikan cobaan atau ujian pada setiap hamba-hambaNya. Karena Allah hayan ingin menguji sejauh mana keimanan hamba-hamba-Nya.

Allah SWT berfirman : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) dengan mengatakan : “Kami telah beriman, sedang mereka tidak di uji lagi?.” (QS. Al-Ankabut 2).

Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia yang berimana akan selalu diberikan ujian atu cobaan, baik berupa kemiskinan harta, kehilangan orang yang kita sayangi, dan masih banyak lagi cobaan atau ujian Allah yang lainnya. Itu semua agar Allah melihat sempai sejauh mana keimanan setiap hamba-hambaNya.

Jadi, apabila kita ingin memiliki keimanan yang sangat tinggi dihadapan Allah SWT dan kebahagian untuk diri kita, maka kita harus bersabar jika Allah menguji kita dengan cobaan atau ujian yang menimpa kita baik ringan maupun berat sekalipun.

“Janganlah pinta dikecilkan ujian, tetapi pintalah agar diberikan kekuatan untuk menghadapinya”

Sebagaiman Sabda Rasulullah SAW : “Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang bila terkena ujian dan cobaan dia bersabar.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).